RASA 1: Rindu Sepertiga Malam

 


Puisi/Sajak

Penyesalan

Oleh Melfa Ashila Nashwa

Tak semua hidup mu tentang ku

Pergilah jalan-jalan

Lihat-lihat lah rumah

Namun jangan lupa kembali


Ada banyak rasa sesal

Ketika seseorang melupakan

Percayalah kelak kita akan sadar

Melupakan adalah penyesalan


Dipelupuk Asa

Oleh Izzah Khairunnisa

Di sudut kota yang riuh, 

Seorang diri aku berdiri, 

Tatapanku kosong, 

Genggamanku rapuh, berharap yang tak pasti. 


Langit kelabu menyelimuti wajah,

Langkahku terhenti, tak berirama,

Seperti waktu yang membeku,

Di antara hiruk-pikuk yang terus menggema.


Aku bercerita pada angin,

Tentang luka yang tak hilang,

Suaraku hilang, tak terdengar,

Seperti lagu yang terlupakan.


Di balik senyum yang pudar,

Ada dunia yang tak terungkap,

Sebait hati yang terperangkap,

Mencari jalan keluar dari kenangan.


Namun dalam setiap detak jantungku,

Ada semangat yang tak mudah padam,

Walau aku tampak rapuh,

Aku masih berjuang, dalam sunyi.


Mungkin tak ada yang mengerti,

Apa yang kau tinggalkan di hatiku,

Tapi dalam setiap langkahku,

Ada cerita tentang mencintaimu yang tak pernah mudah.


Senandika


Oleh Melfa Ashila Nashwa


Niat mu untuk mampir memberi kenyamanan, bukan mencari kenyamanan. Artinya sedari awal kamu sudah berniat untuk meninggalkan.

Lain kali jangan begitu lagi ya, mudah bagi mereka yang meninggalkan. Tapi tidak pernah sebercanda itu untuk yang di tinggalkan.


Oleh Septana Ramadhani


Aku menepi dalam sunyi, mencari-Mu di antara hela napas yang tertahan.

Malam membisikkan rahasia rindu, seakan Engkau begitu dekat, namun aku yang jauh.

Dingin menyelimutiku, tapi lebih dingin lagi hatiku yang kerap lupa jalan pulang.

Dalam sepertiga malam, aku mengetuk, berharap Engkau masih mau membuka.


Quote


Oleh Septana Ramadhani


”Yang paling sepi bukan malam tanpa cahaya, tapi hati yang tak bersujud di sepertiganya.”


Oleh Izzah Khairunnisa


“Terkadang, dalam kebingungan hidup, kita merasa tersesat. Tapi justru saat itulah kita mulai belajar, bahwa meski arah belum jelas, setiap keraguan membawa kita lebih dekat pada pemahaman tentang siapa kita sebenarnya.”


Cerpen

Rindu Sepertiga Malam

Oleh Dina Aulya Putri

Malam itu, sepi menyelimutiku. Di luar sana, hujan gemuruh turun perlahan, mengalirkan kesendirian yang entah kenapa terasa nyaman. Aku duduk di tepi kasur, menatap handphone yang ku genggam namun dengan pikiran yang entah ke mana. Pikiranku melayang, kembali ke masa-masa yang sudah lama berlalu. Masa SMA, yang selalu terasa penuh tawa dan kebersamaan. Sepertiga malam seperti ini selalu membuatku teringat pada mereka, teman-teman yang kini entah kemana, dengan hidup mereka yang masing-masing semakin jauh.


Aku masih ingat bagaimana dulu kita berkumpul di pojok belakang kelas, duduk santai tanpa beban, berbincang tentang apapun. Meskipun kita punya pelajaran yang menumpuk, ujian yang datang tiba-tiba, tidak pernah ada rasa cemas seperti yang kurasakan sekarang. Dulu kita hanya berpikir tentang bagaimana bisa lulus dengan baik dan pulang cepat untuk bermain game atau sekedar pergi berkeliling kota ini bersama-sama. Bahkan ketika kita harus menunggu guru yang terlambat masuk kelas, kita selalu punya cara untuk membuat waktu terasa cepat, bercandaan yang kadang tidak lucu, tapi selalu berhasil membuat semua orang tertawa. Waktu kosong bersama kalian terasa menyenangkan, ada saja yang dilakukan untuk mengisi waktu kosong itu, seperti menonton Netflix, mendengar lagu Spotify, bermain lompat tali, dan ada banyak hal lain lagi.


Teman-temanku, mereka yang selalu ada di setiap sudut sekolah, adalah bagian dari hidup yang tak tergantikan. Rindu itu datang seperti angin malam yang dingin, tiba-tiba, menghampiri hati yang telah lama sepi. Aku merindukan suara tawa mereka, merindukan obrolan santai di waktu istirahat, merindukan rasa kebersamaan yang tidak pernah pudar meski waktu berlalu. Terkadang, aku merasa tidak adil. Mengapa masa itu harus berakhir begitu cepat? Mengapa pertemuan itu hanya sementara? Bukankah lebih indah jika kita bisa tetap seperti itu, bersama, tanpa harus memikirkan apa yang akan datang di depan?


Aku teringat suatu malam setelah pengumuman snbp, yang dimana saat itu kami lebih banyak yang mendapatkan warna cinta, daripada biru. Sehari setelah pengumuman, kita berkumpul di rumah salah satu teman untuk berbuka bersama. Kami bercerita tentang sedihnya mendapat warna cinta itu, meskipun begitu, hal tersebut tidak terasa sangat menyedihkan, karena ada saat itu, kami saling menyemangati satu sama lain dan juga bercerita tentang bagaimana ya kehidupan perkuliahan nanti? Pada saat itu, yang ada hanyalah kebersamaan, makanan ringan, tawa, dan cerita-cerita konyol yang tak ada habisnya. Semua terasa ringan, tanpa beban, dan seolah dunia hanya milik kita bersama, walaupun kami semua menghadapi sesuatu yang biaa dianggap salah satu ujian masuk ke perkuliahan, yaitu tertolak snbp.


Tapi, seiring berjalannya waktu, kita semua berpisah. Ada yang melanjutkan kuliah di kota lain, ada yang memilih untuk bekerja, dan ada juga yang masih terjebak dalam keraguan untuk menentukan langkah selanjutnya. Hidup kita berubah, dan pertemuan-pertemuan itu pun semakin jarang.


Di malam yang sunyi ini, aku merindukan mereka. Merindukan masa-masa SMA yang tidak pernah terasa berat. Ketika masih ada teman yang bisa diajak bercanda, berbagi cerita, dan tertawa bersama tanpa memikirkan segala masalah hidup. Rindu itu datang dengan cara yang sederhana, lewat kenangan yang tak bisa diulang, lewat tawa ya sekarang ng kini hanya tinggal suara dalam ingatan.


Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah menunggu, mungkin hingga esok hari. Mungkin akan ada waktu di mana kita bisa berkumpul lagi, meski tak seperti dulu, namun kebersamaan itu tetap ada. Aku hanya ingin merasakan sedikit lagi rasa ringan itu, sejenak, seperti waktu SMA yang selalu terasa panjang dan penuh tawa.


Dan meski rindu ini terasa begitu dalam, aku tahu, ini akan berlalu juga, seperti kenangan yang tak bisa kembali. Namun, rasa itu tetap hidup, tersembunyi dalam setiap senyum yang teringat.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama