Selain itu dalam aksi ini, mahasiswa mengajukan 13 tuntutan utama, tuntutan utama yang ditekankan dalam aksi tersebut:
1. Penolakan terhadap pemangkasan anggaran di sektor pendidikan, terutama terkait KIP-K dan beasiswa luar negeri.
2. Kritik terhadap kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
3. Ketidakpuasan terhadap kebijakan ekonomi, termasuk kesulitan mencari pekerjaan, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat, serta kenaikan harga kebutuhan pokok seperti gas elpiji 3 kg.
4. Kritik terhadap tindakan represif aparat keamanan.
5. Kecaman terhadap kabinet yang dinilai tidak efektif.
Mahasiswa juga menuntut transparansi dalam program seperti makan bergizi gratis, karena mereka khawatir program ini tidak efektif. Secara keseluruhan, mereka merasa bahwa kebijakan anggaran yang ada tidak cukup menjawab kebutuhan masyarakat, yang memicu aksi protes untuk mendorong perubahan.
Presiden Prabowo belum menanggapi langsung demo "Indonesia Gelap," namun pemerintah melalui Menteri Seketaris Negara, Prasetyo Hadi menyatakan bahwa Prabowo menghormati 13 tuntutan mahasiswa dan menerima aspirasi mereka. Eks Mendiktisaintek, Satryo Soemantri membantah pemangkasan anggaran pendidikan dan kenaikan UKT. Langkah yang dijanjikan pemerintah yakni, menegaskan tidak ada pemotongan anggaran pendidikan dan beasiswa, mengklaim efisiensi anggaran tidak berdampak pada sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan, serta sikap terbuka terhadap kritik, tetapi belum ada perubahan kebijakan yag konkret.
Mahasiswa khawatir kebijakan pemangkasan anggaran ini dapat merugikan rakyat dan mengancam masa depan generasi muda. Khususnya pemangkasan anggaran di sektor pendidikan yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa karena dapat berdampak pada berkurangnya beasiswa, fasilitas kampus yang kurang memadai, serta meningkatnya biaya pendidikan. Hal ini dapat menghambat akses dan kualitas pendidikan, terutama bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Namun, pemerintah menanggapi dengan menegaskan bahwa anggaran untuk beasiswa dan biaya kuliah tidak akan dipotong, namun banyak mahasiswa tetap cemas dampak jangka panjang terhadap pendidikan.
Selain itu, efisiensi anggaran dinilai dapat menjadi hal negatif terhadap akses layanan kesehatan yang ada di Indonesia. Dapat kita lihat pada keadaan sekarang bahwa BPJS kesehatan di Indonesia mengalami defisit, dimana dengan adanya efisiensi anggaran akan membuat anggaran dalam bidang kesehatan semakin berkurang, hal ini akan berdampak kepada layanan kesehatan di Indonesia. Meskipun begitu, dengan strategi yang tepat dari efisiensi anggaran bisa dilakukan tanpa mengurangi akses layanan kesehatan, seperti pemangkasan difokuskan pada belanja non-prioritas, bukan fasilitas atau subsidi rakyat. Jika salah arah, kebijakan ini justru merugikan masyarakat. Pemerintah harus mengutamakan optimalisasi, bukan sekadar pemotongan, agar layanan tetap terjangkau dan berkualitas.
Posting Komentar