RASA 5: Kepingan Kenangan

 

Sajak/Puisi

Kepingan Kenangan
Oleh Marsya Lina Zalianty 
Di rak buku tua yang berdebu
Kulihat album foto usang
Kepingan kenangan terpatri di sana
Mengalir indah seperti air mengalir dalam sungai
 
Saat senja merona di ufuk barat
Kita tertawa riang di tepi pantai
Berkumpul bersama dalam hangatnya senyum
Membuat waktu terasa tak berarti
 
Meski waktu terus berjalan
Dan jarak memisahkan kita
Kenangan itu tetap abadi
Sebagai bintang yang selalu bersinar dalam hati


Kepingan Kenangan
Oleh Marsya Lina Zalianty 
Di lubuk hati terdalam, kepingan kenangan terpendam
Seperti lukisan senja yang tak pernah pudar
Senyum manis dan tawa riang terukir dalam setiap detik
Memeluk erat, meski waktu telah berlalu.


Quotes

Oleh Nor Farah Ain 
“Kenangan adalah harta karun yang tersembunyi di dalam diri. Setiap kepingnya menyimpan cerita unik yang membentuk siapa kita sekarang.”

“Kota tua bukan sekadar bangunan kuno, melainkan kumpulan kenangan yang hidup. Di setiap sudutnya, kita bisa menemukan jejak masa lalu yang tak terhapuskan.”
 

Senandika

Kepingan Kenangan
Oleh Ulkhairi Putri Yanos 
Di malam yang sunyi, aku duduk termenung di tepi jendela, menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit malam. Setiap bintang mengingatkanku pada kepingan-kepingan kenangan yang pernah terukir dalam hidupku. Di balik bayang-bayang gelap malam, kenangan itu datang berbisik, membawaku kembali pada masa lalu yang penuh warna.

Aku ingat saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah, rasa canggung dan takut yang menghantui. Tapi di tengah rasa itu, aku bertemu sahabat sejati yang hingga kini tetap ada di sampingku. Tawa riang kami saat bermain di lapangan, kebersamaan yang tak tergantikan, semua tersimpan rapi dalam hati.

Kenangan tentang keluarga pun muncul, seperti film yang diputar ulang di benakku. Kebaikan dan kasih sayang orang tua yang tiada tara, pelukan hangat ibu saat aku terjatuh, dan nasihat bijak ayah yang selalu menjadi pegangan hidupku. Semua itu adalah kepingan-kepingan kecil yang membentuk diriku yang sekarang.

Ada juga kenangan yang menyakitkan, luka yang tak sepenuhnya sembuh. Pengkhianatan dari seseorang yang pernah dipercaya, perpisahan yang tak terelakkan, dan kegagalan yang membuatku hampir menyerah. Namun, dari setiap kepingan kenangan yang pahit, aku belajar untuk menjadi lebih kuat dan tegar.

Malam semakin larut, namun aku masih tenggelam dalam senandika ini. Setiap kenangan, baik manis maupun pahit, adalah bagian dari perjalanan hidupku. Mereka membentuk diriku, mengajarkanku arti cinta, persahabatan, keluarga, dan ketabahan.

Kini, aku menyadari bahwa kenangan bukan hanya potret masa lalu, tapi juga fondasi yang menopang langkahku menuju masa depan. Di dalam senandika kepingan kenangan ini, aku menemukan kekuatan untuk terus melangkah, dengan harapan dan impian yang baru. Bintang-bintang di langit malam mungkin hanya diam, tapi kenanganku akan selalu bersinar terang dalam hatiku.


Kepingan Kenangan Disaat Hujan 
Oleh Ulkhairi Putri Yanos
Hujan kembali turun, mengiringi setiap langkah kecil yang kuambil di trotoar basah ini. Derai air yang jatuh dari langit seakan membawa serta kepingan-kepingan kenangan yang dulu pernah menghiasi hidupku. Setiap tetesnya menyentuh tanah, mengingatkanku pada saat-saat yang telah berlalu, saat di mana kita pernah bersama di bawah payung yang sama.

Aku masih ingat, betapa hangatnya tanganmu menggenggam tanganku, mengalahkan dinginnya hujan yang tak berhenti mengguyur. Suaramu yang lembut, tertawa ceria meski basah kuyup. Kini, semuanya tinggal kenangan yang terpampang jelas di pelupuk mata setiap kali hujan datang.

Hujan ini mengajakku berkelana dalam memori, menggali setiap detail kecil yang mungkin tak lagi kau ingat. Senyummu, tatapan matamu, bahkan aroma tanah yang basah saat kita berdua berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. Semua itu adalah kepingan kenangan yang takkan pernah hilang, meski waktu terus berlalu dan jarak memisahkan.

Namun, di balik semua kenangan indah itu, ada juga rasa perih yang tak terelakkan. Rasa rindu yang menyayat hati, mengingatkan bahwa kau kini tak lagi di sini. Hujan ini, meski membawa sejuta kenangan, juga membawa rasa kehilangan yang begitu dalam. Setiap tetesnya adalah saksi bisu dari cinta yang pernah ada, dan luka yang tak kunjung sembuh.

Hujan, tetaplah turun. Bawakan aku kembali kepingan-kepingan kenangan itu. Meski sakit, biarkan aku merasakannya. Karena dalam setiap tetesmu, ada kisah kita yang takkan pernah tergantikan. 


Cerpen

Kepingan Kenangan
Oleh Nor Farah Ain
Aroma kopi tubruk menyengat menyeruak dari warung sederhana di sudut Kota Tua. Angin sepoi-sepoi membawa serta debu jalanan yang mengusik hidung, namun tak mampu mengalahkan aroma khas yang sudah menjadi teman setia setiap pagi bagi Pak Harto. Lelaki paruh baya itu duduk di kursi kayu usang, matanya menerawang jauh ke arah deretan bangunan kuno yang berdiri kokoh di seberang jalan.

Setiap pagi, Pak Harto selalu menyempatkan diri untuk duduk di tempat yang sama, menikmati secangkir kopi hangat sambil membiarkan pikirannya melayang. Kota Tua, baginya, adalah sebuah buku sejarah yang terbuka lebar. Setiap sudut kota menyimpan ribuan kisah dan kenangan yang tak ternilai harganya.

Dulu, ketika masih muda, Pak Harto sering menghabiskan waktu di sini. Bersama teman-temannya, mereka menjelajahi setiap sudut kota, mengukir kenangan indah yang tak akan pernah terlupakan. Mereka pernah bermain petak umpet di balik tembok-tembok tua, berlari-lari mengejar burung merpati di alun-alun, dan saling bercerita tentang cita-cita di bawah pohon beringin besar.

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak hal telah berubah. Teman-temannya satu per satu pergi, meninggalkan kota yang mereka cintai. Gedung-gedung tua pun tak luput dari perubahan, banyak yang direnovasi atau bahkan dirobohkan untuk membangun gedung-gedung pencakar langit.

Meski begitu, Kota Tua tetap menjadi tempat yang paling istimewa bagi Pak Harto. Di sini, ia bisa merasakan kehadiran teman-temannya yang sudah tiada. Setiap batu bata, setiap ukiran, dan setiap retakan pada dinding bangunan seolah berbisik menceritakan kisah-kisah masa lalu.

"Pak Harto, kopinya, Pak," sapa seorang gadis muda yang baru saja datang. Gadis itu adalah cucu Pak Harto, yang kini tinggal bersamanya.

Pak Harto tersenyum. Ia meraih cangkir kopinya dan menyesapnya perlahan. "Terima kasih, Nak," ujarnya lembut.

Sambil memandang cucu perempuannya, Pak Harto berpikir bahwa kenangan itu takkan pernah benar-benar hilang. Ia akan selalu hidup dalam hati setiap orang yang pernah mengalaminya. Dan Kota Tua, akan terus menjadi saksi bisu dari perjalanan waktu dan kehidupan.
 



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama