Riset dan Survei
Total responden sebanyak 9 orang, dengan rincian sebagai berikut :
8 orang berasal dari angkatan 21
6 orang berasal dari angkatan 22
1. Apakah sebelumnya Anda telah mengetahui tentang adanya UU Perlindungan Tenaga Kesehatan?
2. Apakah Anda mengetahui bentuk Perlindungan Tenaga Kesehatan yang telah diterapkan di Indonesia?
Sebanyak 9 orang telah mengetahui bentuk Perlindungan Tenaga Kesehatan yang telah diterapkan di Indonesia.
3. Menurut anda, Apakah selama ini Tenaga Kesehatan sudah mendapat perlindungan yang baik?
2 orang berpendapat selama ini tenaga kesehatan sudah mendapat perlindungan yang baik.
4. Jika sudah, silahkan sampaikan alasan Anda. Jika belum, mengapa demikian?
Sebanyak 85% koresponden berpendapat bahwa Tenaga Kesehatan selama ini belum mendapat perlakuan yang baik. Karena melihat realitanya masih banyak kasus yang beredar di media tentang oknum-oknum memberikan perilaku buruk kepada Tenaga Kesehatan, seperti kekerasan di daerah terpencil.
5. Pernahkah anda melihat kabar tentang tenaga kesehatan mengalami perlakuan yang tidak baik?
Sebanyak 12 orang sudah pernah mendengar kabar tentang tenaga kesehatan mengalami perlakuan yang tidak baik?
6. Pada peristiwa seorang dokter yang dibunuh di Papua beberapa waktu lalu, menurut Anda, perlukah dibuat peraturan khusus untuk nakes yang bertugas di daerah rawan?
11 orang berpendapat bahwa perlu dibuat peraturan khusus untuk nakes yang bertugas di daerah rawan.
7. Jika iya, mengapa demikian? Jika tidak, kemukakan alasan Anda
Sebagian besar responden merasa diperlukannya peraturan khusus untuk menjaga keamanan tenaga kesehatan karena di lapangan masih banyak tenaga kesehatan yang menjadi korban. Sementara koresponden lain berpendapat tidak perlu adanya peraturan khusus, sebab hukum yang ada sudah cukup, hanya perlu penegasan dari pemerintah.
8. Menurut Anda, solusi apa yang harus dilakukan agar tenaga kesehatan terjamin keselamatan dan keamanannya saat memberikan pelayanan pada masyarakat?
Menurut beberapa responden, kebijakan yang sudah ada perlu diperketat, ditambahkan, dan direvisi untuk menjaga keselamatan tenaga kesehatan. Selain itu, masalah akes dan fasilitas juga perlu dibenahi oleh pemeritah.
Opini
Secara konstitusi, tenaga kesehatan dilindungi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tenaga Kesehatan memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Jika Tenaga Kesehatan telah melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka ia wajib mendapatkan perlindungan hukum ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu pula, jika hak-hak yang semestinya didapatkan oleh Tenaga Kesehatan tidak terpenuhi. Tenaga Kesehatan dapat menuntut haknya dan berhak mendapatkan perlindungan hukum.
Namun dalam realitanya, masih terdapat kasus-kasus yang memojokkan Tenaga Kesehatan oleh beberapa oknum. Hal ini dapat disebabkan karena kesadaran hukum masyarakat yang kurang sehingga tidak patuh terhadap aturan yang berlaku. Dan juga, dapat disebabkan karena lemahnya produk hukum yang berlaku saat ini.
Hal ini terlihat pada masih banyaknya kasus atau kejadian yang tidak diinginkan, dialami oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Seperti yang baru-baru ini viral, adanya pasien disebuah puskesmas yang bertindak kasar kepada seorang dokter dengan alasan bahwa pelayanan yang diberikan tidak baik. Padahal jika kita tinjau lebih jauh, mungkin saja ada beberapa hal yang menyebabkan itu terjadi, seperti ketidakcukupan alat kesehatan.
Belum lama ini, media sosial (medsos) juga dihebohkan dengan video penganiayaan terhadap dokter internship (magang) di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pajar Bulan, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat, Provinsi Lampung. Dr. Rizka, seorang dokter internship yang dianiaya, mengalami luka memar dan patah tulang akibat peristiwa tersebut. Dari keterangan saksi, para pelaku sempat mengancam akan membakar Puskesmas jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa kecenderungan kriminalisasi tenaga medis kian mengkhawatirkan. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara sigap mengusulkan pasal “anti-bullying” atau anti-perundungan masuk dalam Rancangan Undang-undang Kesehatan Omnibus Law (RUU Kesehatan).
RUU Kesehatan saat ini sedang tahap pembahasan antara DPR RI dengan pemerintah. Melalui RUU ini, pemerintah mengusulkan tambahan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian diluar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin.
Terdapat beberapa pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan pemerintah, antara lain:
Pertama, penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang tertuang dalam pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah. Pasal ini mengatur Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif.
Kedua, perlindungan untuk peserta didik yang tertuang dalam pasal 208E ayat 1 huruf a DIM pemerintah. Pasal ini mengatur peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan.
Ketiga, anti-bullying yang tertuang dalam dua pasal. Pasal 282 ayat 2 DIM pemerintah mengatur Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan. Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah, mengatur peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.
Keempat, proteksi dalam keadaan darurat. Teruang dalam pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah, dimana Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan KLB dan Wabah berhak atas perlindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Pasien, pada pasal 282 ayat (1) huruf a. Jika Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada Pasien, perselisihan yang timbul akibat kesalahan tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pada pasal 327.
Pasal 282 ayat 2 DIM pemerintah yang mengatur Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.
Namun nyatanya, RUU Kesehatan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Pasalnya, RUU ini dinilai tidak berpihak pada kepentingan organisasi profesi. Berdasarkan analisis dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdapat 8 dari 15 poin dalam RUU ini yang dinilai belum memperhatikan kesejahteraan tenaga medis, termasuk dokter, perawat, dan bidan.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah ketentuan mengenai sanksi bagi tenaga medis yang dianggap belum memadai. RUU ini memberikan sanksi administratif hingga pidana bagi tenaga medis yang melanggar ketentuan, namun tidak memberikan perlindungan yang cukup bagi tenaga medis yang menjadi korban kekerasan atau tindakan kriminal.
Organisasi profesi seperti IDI, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) telah mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut pemerintah dan DPR untuk segera merevisi RUU Kesehatan. Mereka menilai bahwa RUU ini belum mencerminkan aspirasi dan kepentingan tenaga medis sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia.
Banyak terjadinya kasus penganiyaan dan penyerangan terhadap Tenaga Kesehatan, sudah menjadi bukti jelas bahwa peraturan yang berlaku selama ini belum mampu memberikan perlindungan terhadap para Tenaga Kesehatan. Perlu adanya perubahan paradigma dalam penyusunan RUU Kesehatan agar kepentingan organisasi profesi tidak terabaikan. Selain itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus berkomitmen dalam memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi Tenaga Media sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Solusi yang harus dilakukan agar tenaga kesehatan terjamin keselamatan dan keamanannya saat memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah pemerintah harus lebih mempertegas mengenai peraturan dan rancangan RUU tersebut. Karena tidak semua masyarakat Indonesia tahu mengenai peraturan itu dan tidak semua masyarakat Indonesia dapat memahami dengan baik tentang RUU yang ada. Selain itu, pelatihan kepada nakes yang akan bertugas juga diperlukan agar nakes dapat lebih memahami bagaimana cara bertugas didaerah tersebut, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah lebih cepat.
Trianda Nurlia Hidayat, Azra Khairunisa Hanifah, Nahda Fitry Ayendra, Annisa Salsabila, M. Arif Saputra
UKPM Pena BEM KM FKM Unand
Generasi Arunakara
Posting Komentar