Tema : Aksara Untuk Temanku
QUOTES
“Memiliki segenggam pasir memang jauh lebih banyak dibandingkan sebutir berlian, tapi bukankah jika harus memilih engkau akan melepaskan pasir itu? Begitulah betapa istimewanya persahabatan. Engkau mungkin dikelilingi banyak orang, tetapi baik suka maupun dukamu akan kau hadapi bersama orang yang benar-benar menghargai keberadaanmu.”
̶ Fitri Dini Aulia
Sari
“Apa hal favoritmu di dunia? Kalau aku, mereka yang kupanggil sahabat”
̶ Alfarel Huzri
SENANDIKA
Senandika
Arti Sahabat
Karya
: Fitri Dini Aulia Sari
Entah
mengapa begitu sulit rasanya melabelkan seseorang sebagai sosok sahabat di
hati. Ku rasa diri ini begitu selektif untuk penempatan posisi istemewa itu. Pertemanan
bagiku hanya saling mengenal dan memperlakukannya dengan baik, cukup sebatas
itu. Mungkin orang lain bisa saja menafsirkannya sebagai sebuah persahabatan,
tapi bagiku tidak karena itu memang sewajarnya kulakukan. Sahabat bukan berarti
orang yang selalu ada untukku, akan sangat mengecewakan jika ku menganggap
demikian. Sangat yakin dalam sanubariku, setiap kondisi dari tiap detik yang
kulalui hanya pada tuhanku seluruh perasaan itu tercurah.
Ukiran
Sastra
Karya :
Zerly Affi Walti
Pena dan buku, sangat erat. Ukiran
kata-kata yang indah, membuatku terjerat. Terjerat akan kisah yang ada.
Melintasi banyak waktu dan abadi bersama. Ukiran Sastra menembus cakrawala.
Menggapai bintang dan menghiasi angkasa. Aku dibuat takjub olehnya. Dan
tersadar, aku masih dapat menemuinya dari tulisan yang ada.
Tentang Teman
Karya : Alfarel Huzri
Lama untuk ku bisa menafsirkan makna kata teman. Sepertinya juga banyak cara untuk bisa mengerti arti kata teman, mulai dari orang yang selalu ada ketika kita butuhkan, atau teman bisa juga didefenisikan sebagai orang yang selalu ada dibalik kata Bahagia. Tapi sekarang aku mengerti dan sangat paham apa itu teman. Mereka adalah orang orang yang sangat aku syukuri keberadaannya hingga aku ceritakan kepada tuhan kalau aku ingin kami selalu bersama, hingga nanti, saat kita mulai jadi debu.
PUISI
Celah
Awan
Karya
: Luthfiyyah Kansa
Angin bertiup ke utara
Membawa pesan dalam
aksara
Menimbulkan rindu pada
suaramu yg mesra.
Susu coklat teman
sejatimu ketika menatap senja
Dan kau kirim sebuah
potret padaku
lalu bercerita tentang indahnya jingga serta berbagai warna yang kau suka
An
Ode
Karya
: Harissa Rahma W
Tidak terasa
bertahun-tahun telah usai
Berbagai lika-liku
telah kita lalui
Dari badai yang
menghadang
Hingga ombak yang
menerjang
Kenanglah momen ini
Tanamkan dalam hati
Semoga ketika kau
menoleh ke belakang
Tak ada sesal yang datang
CERPEN
Dunia
Sahabat
Karya:
Fitri Dini Aulia Sari
Suasana
peruliahan yang baru kurasakan cukup membuatku kewalahan. Sebenarnya bukan
karena materi-materinya, tapi lingkungan yang harus kuhadapi. Tantangan ini
dimulai dikala aku mencari kos untuk menjalani kuliahku.
“Huwaaa…
capek banget kak!”, keluhku setelah menyinggahi beberapa kos sebelumnya.
“Iya
Lala, nanti kita istirahat makan bakso. Kita harus kunjungi dulu list
kos dan kontrakan ini, sayang banget
kita udah jauh-jauh dari Pesisir tapi belum dapatin yang kita tuju”, balas
kakak menyemangatiku.
“Okedeh
kak, satu lagi aja ya kak, lagian hari sudah hampir sore, kita juga harus balik
kak”.
“Hmm,
sipp deh. Semoga kali ini cocok buat kita, La”, tutup kakak dengan wajah
pasrah.
Kami
menyusuri jalan setapak di sebuah gang yang tak jauh dari tepi jalan. Akhirnya,
sampailah di rumah yang kami cari. Sekilas kontrakan itu tidak sesuai dengan apa
yang dibayangkan, tetapi pemilik rumah bernegosiasi bahwa sebelum kami
menempatinya, beliau akan membersihkan rumah tersebut terlebih dahulu. Di sela
kakakku bernegosiasi, aku melihat seorang pria sebaya denganku sedang duduk di
depan kos yang tepat di depan rumah yang kami kunjungi ini. Dia menganggukkan
kepalanya seolah menyapaku. Aku hanya terdiam dan tidak menggubris sedikitpun.
Setelah bertukar kontak dengan pemilik kontrakan tersebut, kami berpamitan
untuk pergi. Ketika kami hendak berlalu dan melewati pria tersebut, dia
tiba-tiba memanggil kami.
“Kakak
berdua, sedang mencari kontrakan ya?” sahutnya.
“Iya,
kenapa?” balas kakakku.
“Gapapa
kak, saya cuma ingin menyampaikan kalau lingkungnan disini insyaAllah
aman ko kak”, jawabnya.
“Kamu
sudah lama kos disini?” tanyaku.
“Cukup
lama juga, dari awal saya diterima di Kampus Antero itu, saya langsung mencari
tempot kos”.
“Wah
sama kalau begitu, saya juga maba disana, kamu jurusan apa?”, balasku lagi
dengan antusias.
“Saya
dari jurusan peternakan, kamu?”.
“Aku
dari kedokteran gigi”.
“Wah,
pasti asik kalo kita tetanggaan. Bisa berangkat sama-sama kan”, imbuhnya yang
hanya kubalas dengan senyum.
“Kami,
pamit dulu ya. Oh ya, Namanya siapa?”, tanya kakak singkat.
“Saya
Raksan kak. Nama kakak berdua siapa?”, balasnya.
“Saya
Shena dan ini Lala, adik kandung saya”.
“Ooh
oke kak. Kak Shena mau balik kemana?”, tanyanya lagi.
“Saya
dari Pesisir dan sore ini harus balik lagi kesana”.
“Kebetulan
juga saya dari Pesisir kak. Berarti kita sekampung kak, hahaha”.
“Hoo
kamu dari Pesisir juga”, balas kakak dengan semangat.
“Benar
kak. Kalo gitu hati-hati ya kak”.
“Okee
Raksan”, jawab kakak sembari kami berlalu darinya.
Setelah
mempertimbangkan banyak hal, akhirnya kami memutuskan untuk menempati kontrakan
yang terakhir kali kami kunjungi. Seminggu kemudian, kami mendatangi kembali
kontrakan tersebut bersama Ayah dan Ibu. Tak sengaja, kami bertemu lagi dengan Raksan.
“Hai
Lala, hai Kak Shena”, sapanya ramah.
“Iya
Raksan”, jawab kami serentak. Ibu dan Ayah hanya tersenyum melihat kami yang
sudah saling mengenal.
“Akhirnya
kita beneran tetanggaan, kak. Mari saya bantu membawa kopernya”, dia langsung
membantu mengangkat kopernya tanpa menunggu balasan dari kami.
“Engga
ko kak”, tutupnya.
Inilah
kali pertama kami menempati sebuah kontrakan berdua saja dengan kakak. Setelah
membereskan semuanya, kakak memintaku mengantarkan sambal kepada Raksan.
“La,
tolong antarkan sambal ini ya ke Raksan. Dia sudah banyak membantu kita”, titah
kakak.
“Okke
kak”, balasku yang setuju dengan perkataan kakak.
Begitulah
awal mula perkenalan kami. Hingga sekarang dia tetap saja menjadi Raksan yang
ramah dan tentunya dia adalah sahabatku. Kini kami sudah menginjak semester 5,
banyak hal yang telah kami lalui bersama. Minggu ini dia mengajakku ke pasar
seperti minggu-minggu sebelumya.
“Ayok
La, kita harus cepat ke pasar nanti keburu habis belanjaan kita”.
“Engga
mungkin lah San, orang yang jual banyak kok”, balasku.
“Yah
Lala, kan aku cuma bercanda”.
“Lagian
kamu ada-ada saja. Yaudah deh, yuk berangkat. Eh, plastiknya bawakan?” tanyaku
was-was.
“Ada
dong, La. Jangan khawatir, serahkan ke Raksan”, jawabnya dengan pedenya.
“Hahaha,
Minggu kemarin aja kelupaan, gimana mau menyerahkan begitu aja”, balasku meledeknya.
“Cuma
sekali kan, Lala nih”, imbuhnya sambil cemberut.
“Iya
iya, maaf deh. Yok berangkat”.
Kami
membeli semua keperluan tiap akir pekan dan terkadang juga pergi jalan-jalan
bareng Kak Shena. Sepulang dari pasar dia menyodorkan sebuah surat untukku.
“Ini
apaan, San?” tanyaku penasaran.
“Gapapa,
nanti baca aja, tapi di simpan baik-baik ya”.
“Wah,
pake surat segala, chat aku aja, San. Hmm, tapi menarik si…”, balasku.
Di dalam kamar kontrakanku, surat itu perlahan kubuka. Tak pernah terlintas sedikitpun di pikiranku kalau Raksan akan mengirimkan surat untuk menyatakan perasaan suka padaku, sebab itulah aku membuka suratnya dengan biasa saja. Ketika kubaca, memang begitulah adanya. Bukan seperti surat cinta yang dikirimkan orang-orang dahulu, tapi ini surat pernyataan terima kasihnya atas persahabatan kami. Entah bagaimana, kami memang punya minat yang sama, yaitu dalam dunia penulisan sastra. Hatiku juga begitu bersyukur atas perrsahabatan ini. Apa ini akan terus berlanjut? Ku harap begitu.
Selesai
Posting Komentar