HIV/AIDS
menjadi masalah kesehatan yang disorot belakangan ini, termasuk di Kota
Bandung. Komisi Penanggulangan AIDS Bandung mengungkapkan bahwa terdata 5.943
kasus positif HIV di Bandung dalam periode 1991-2021. Menanggapi fenomena ini,
Wakil Gubernur Jawa Barat menyuarakan bahwa menikah dini dan poligami dapat
dijadikan solusi agar terhindar dari HIV. Pernyataan ini menimbulkan
kontroversi di tengah masyarakat Indonesia.
Pernikahan
dini dianggap dapat menjadi solusi karena dapat mencegah zina. Namun, pernyataan
tersebut sangat perlu diluruskan. Pernikahan dini yang dimaksudkan di sini
adalah pernikahan pada usia berapa? Hal tersebut harus dijelaskan agar tidak
menyesatkan. Pasalnya jika yang dimaksudkan adalah menikah di bawah umur 18
tahun maka hal tersebut melanggar Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Di samping itu, melakukan hubungan seksual di bawah 18 tahun
justru berisiko lebih besar dalam menimbulkan masalah kesehatan, baik secara
medis maupun psikologis. Ketidaksiapan dalam berbagai hal menjadi pemicunya.
Kekerasan dalam rumah tangga dengan mudah dapat terjadi karena harus memikul
beban saat belum siap. Kekurangan pengetahuan dalam hal seks malah dapat
meningkatkan risiko terjadinya HIV dan berbagai penyakit menular seksual karena
tidak mengetahui bagaimana seks yang aman dan sehat. Alat reproduksi yang belum
matang juga merupakan penyebab munculnya masalah kesehatan reproduksi. Selain
itu, pada fenomena yang terjadi di Bandung tergambar bahwa menikah tidak
menutup kemungkinan penyebaran HIV/AIDS. Ini didukung dengan faktanya 11 persen
dari kasus adalah ibu rumah tangga.
Solusi
lain yang disuarakan agar terhindar HIV/AIDS adalah poligami. Dengan jelas, hal
ini tidak dapat diterima. Poligami bertentangan dengan kampanye pencegahan
HIV/AIDS yang selama ini digaungkan, yaitu prinsip ABCDE, terutama pada poin B.
B adalah be faithfull dalam bahasa Indonesia berarti setia pada pasangan.
Sedangkan pada poligami suami bergonta-ganti pasangan, hanya saja berkedok sah
sebagai suami istri. Tidak menutup kemungkinan salah satu istri telah mengidap
HIV tetapi belum menunjukkan gejala, berhubung HIV membutuhkan waktu bulanan
bahkan tahunan baru menunjukkan gejala. Maka istri lainnya bisa juga tertular.
Dapat
disimpulkan, menikah dini dan poligami bukan solusi yang efektif dalam
menghadapi kasus HIV/AIDS. Menikah dini sangat berisiko menimbulkan masalah
kesehatan reproduksi. Tujuan menghindari zina sebelum menikah mungkin dapat tercapai,
tetapi permasalahan besar yang lain dapat muncul. Poligami tidak menutup
kemungkinan penyebaran HIV/AIDS terhindar. Menikah dengan satu pasangan di usia
yang tepat saja masih memungkinkan terjadinya HIV/AIDS, terbukti dengan
ditemukannya ibu rumah tangga yang terinfeksi. Jadi, sebenarnya yang merupakan
poin utama adalah perilaku seksual masyarakat. Edukasi terkait perilaku seks
yang aman dan sehat kepada setiap individu perlu diperkuat. Selain itu,
penanganan pekerja seksual perlu menjadi fokus agar angka HIV/AIDS dapat
terkendali dan pada akhirnya menurun.
Annisa Nurul Habibah
UKPM Pena BEM KM FKM Unand
Generasi Aksatawani
Posting Komentar