Dewasa
ini pandemi makin membuat runyam tatanan kehidupan bernegara, khususnya negara
bernama Indonesia. Kemiskinan meningkat, pengangguran berserakan, perusahaan
pailit, dan pesta PHK menghiasi perjalanan sejarah ekonomi Indonesia di quartal
pertama 2021. Tak hanya sektor ekonomi, sektor kesehatan, pendidikan,
pariwisata dan social-budaya juga mengalami dampak serius akibat pandemi
berkelanjutan ini.
Melihat
fakta di lapangan saat ini, untuk kita dapat terus mengenyam pendidikan tinggi,
sebutlah di Universitas Andalas, membutuhkan alokasi dana yang sangat besar.
Dikondisi seperti ini tidak mungkin rasanya kita mampu melanjutkan pendidikan
jika tetap dituntut untuk membayar
penuh biaya ini, yang walaupun kenyataannya biaya ini tak sepenuhnya dapat kita
rasakan manfaat langsungnya. Sejatinya, kondisi Indonesia saat ini berada dalam
masa krisis, dimana selayaknya, masyarakat harus mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya terlebih dahulu sebelum kepentingan lainnya. Dan selayaknya, pihak
penyelenggara pendidikan memahami kondisi ini dengan berbagai kebijakan
menguntungkan dua pihak.
Problematika
UKT penuh, masih menjadi topik hangat yang diberitakan. Sebenarnya universitas
sudah memberikan beberapa alternatif bantuan, namun lagi dan lagi alternaif ini
malah menimbulkan beban baru di kalangan mahasiswa. Syarat yang rumit dan tidak
masuk akal membuat banyak calon pendaftar memilih mundur. Kebijakan penurunan
UKT yang seyogyanya menjadi angin segar untuk mahasiswa malah tak berarti apa-apa.
Meski sudah dipertanyakan mahasiswa, pihak universitas memilih diam dan menutup
buku bantuan.
Faktanya
hingga kini, tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, tuntutan
biaya pendidikan juga menjadi beban baru di masyarakat. Hingga pada akhirnya,
akan terjadi beberapa kemungkinan buruk dalam masa bayar ini, putus pendidikan,
berhutang dan lain sebagainya. Sebagai seorang rekan dalam pendidikan, penulis
banyak melihat keluhan dari banyak mahasiswa akan tidak adanya kebijakan yang
menguntungkan dua pihak juga akan menipisnya tabungan orang tua mereka, namun
apa daya, suara mahasiswa dan rakyat kecil jarang
terdengar sampai kursi pejabat. Mungkin harus menelan pil pahit dulu baru
kemudian tidak ingin mencicipinya.
Pada
akhirnya kebijakan UKT penuh menjadi jurang untuk mahasiswa gagal mengenyam
pendidikan tinggi, tidak ada sedikit pelonggaran kebijakan atau bantuan, yang
hanya ada lembaran syarat tidak masuk akal berkedok penerang jalan.
Rezky Fauzan
UKPM Pena BEM KM FKM Unand
Genereasi Aksara
Posting Komentar