TEMA: TANAH AIR
· POJOK QUOTES
Benar kata orang, kemanapun kau pergi, sejauh
manapun kau melangkah pergi, kau akan tetap pulang. Walau harus berjelajah
dunia tetap aku tak menemukan rasa yang sama, sama seperti tanah airku.
Mirna
Saputri
Jika yang kita lihat saat ini tanah air sudah
gegap gempita dengan segala penyimpangan yang ada, sungguh rasa kecintaan
kepadanya sedikit saja tidak akan pernah sirna.
Nola Vita Sari
·
POJOK INFO
Wawasan Kebangsaan Tumbuhkan Rasa Cinta Tanah Air
Wawasan Kebangsaan merupakan pemahaman
masyarakat mengenal jati diri bangsanya dalam mendayagunakan segala potensi
negeri untuk mencapai cita-cita dan kepentingan nasional. Dalam kehidupan
modern, arus globalisasi dapat membantu perkembangan sebuah negara. Namun dapat
juga berdampak negatif jika masyarakat tidak memiliki wawasan kebangsaan yang
cukup.
Wawasan kebangsaan dapat menumbuhkan rasa
cinta tanah air pemuda Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi. Masyarakat
yang memiliki wawasan kebangsaan luas dapat menumbuhkan semangat Kebangkitan
Nasional. Namun, rendahnya wawasan kebangsaan berdampak pada tergerusnya rasa
nasionalisme dan krisis jati diri bangsa.
Sumber:
http://indonesiabaik.id/infografis/wawasan-kebangsaan-tumbuhkan-rasa-cinta-tanah-air
Harisa
Rahma Wenatri
· POJOK TIPS
Tips
Mencintai Tanah Air
1. Bangga memakai produk asli buatan Indonesia
2. Menjaga dan merawat kebersihan lingkungan bersama
3. Tidak menyebarkan ujaran kebencian atau berita hoaks
4. Menghargai para seniman dengan tidak membeli kaset
bajakan
5. Taat lalu lintas saat berkendara di jalanan
6. Menikmati indahnya Indonesia dengan traveling ke
pelosok negeri
7. Tetap menjaga persatuan dan kesatuan negeri tercinta
Luvita Aura
Putri
· POJOK SASTRA
Mengalir Darah
Soekarno di Nadiku
“Berangkatlah, Nak. Jangan
lupakan Ibu dan Bapak di sini! Sampai di sana jangan lupa telpon Ibu, Rit” ucap
Ibu kepada putra semata wayangnya.
Tidak lupa Farit memeluk
dengan erat sambil berbisik halus kearah telinga kanan ibunya “Farit pamit dulu
ya, Bu, doakan Farit biar dapat kerja bagus. Ibu jangan sering melamun dokter
udah bilang itu gak bagus untuk kesehatan Ibu. Kalau Ibu rindu tinggal telpon
saja nomor Farit, ya, Bu, jangan terlalu khawatir karena anak semata wayang Ibu
ini sudah besar dan mandiri bahkan bisa jadi bodyguard pribadi Ibu,”
gurau Farit menyakinkan Ibunya. Bulir air mata mulai mengalir membasahi wajah
Ibu mendengar perkataan putranya yang bergaya bak Spiderman. “Ibu bingung, Nak,
harus bahagia atau sedih mendengar perkataan kamu ini,” batin Bu Mina.
Keberangkatan Farit yang
sempat tertunda 5 tahun lalu karena tragedi penembakan ayahnya di perbatasan
Natuna mengingatkannya dengan memori pahit itu. Saat kepulangan ayah yang begitu
dibanggakannya membawa duka lara, pulang membawa gelar baru didepan namanya
mengisakkan tangis yang mendalam dengan jasad yang berlumur darah bekas peluru
yang menembus bagian jantung demi mempertahankan wilayah Indonesia diperbatasan
Natuna.
“Akh … hancur, semuanya hancur karena Indonesia. Keluargaku hancur
hanya karena sebidang tanah perbatasan. Kenapa harus kami? Kenapa Tuhan?”
teriak Farit di balkon kamar yang kedap suara. Sudah 3 Tahun dilaluinya di USA
dengan lingkungan yang jauh berbeda tetapi kenangan 5 Tahun lalu masih melekat
kuat di memorinya. Farit berdiri di depan cermin melihat dirinya yang malang,
wajah kusam bekas tangisan membuat penampilannya kocar-kacir.
“Kalau aku seperti ini terus,
aku akan benar-benar gila tapi kenapa semalang ini kehidupan yang harus aku
lalui. Ibu di Indonesia, aku di USA dan Bapak di kuburan. Kenapa kami harus
hidup terpisah? Aku rindu keluarga yang lengkap bercerita dan tertawa bersama
saling bertukar cerita. Tapi kenapa Indonesia begitu kejam? Aku harus melupakan
semua memori pahit mengenai Indonesia biar hidupku tenang” ucap Farit pada
dirinya menguatkan tekad melupakan kenangan lamanya.
Setelah 3 hari berlalu, Farit
terlihat lebih baik dari hari sebelumnya, ambisinya untuk melupakan Indonesia
benar-benar diusahakan, Farit rela mengeluarkan berjuta-juta uang dan
meluangkan waktu setiap sorenya pergi ke psikolog di RS ternama Amerika untuk
berkonsultasi mengenai trauma yang dialami. Sebelum masuk ke Mobil terdengar
notifikasi ponsel disakunya pertanda ada pesan masuk. “Assalamualaikum, Nak.
Ibu rindu Farit” pesan singkat dari Ibu Mina. Membaca pesan masuk Farit menunda
niatnya untuk pergi ke RS dan langsung menelpon balik Bu Mina.
“Assalamualaikum, Bu,”
“Waalaikumsalam, Nak.
Bagaimana kabarmu, Nak? Baik-baik sajakan? Farit udah makan? Jangan terlalu
sibuk kerja sampai lupa makan, nanti kamu sakit kalau udah begitu, siapa yang
akan jaga kamu, Rit?”
“Iya… iya Bu, jangan banyak
nanya gitu dong Bu, Farit gak tau mau jawab yang mana dulu,”
“Kebiasan kamukan gitu, selalu
lupa makan sakit dulu baru ingat kesehatan,” balas Bu Mina.
“Hehe, itu, kan dulu Bu.
Sekarang udah gak lagi Bu. Alhamdulillah Farit baik-baik aja Bu. Kalau Ibu
disana masih suka ngelamun, Bu?” Farit balik bertanya menjahili Ibunya.
“Kamu itu ya gak mau kalah
selalu saja ada alasan dan pertanyan lain yang buat Ibu berhenti ngomong” balas
Ibu.
“Hehe, ibu sih, buka kartu
duluan,” ledek Farit penuh tawa.
“Ibu senang dengar kamu
tertawa, Nak. Udah lama Ibu gak dengar suara girang kamu ini. Semenjak Bapakmu
pergi kamu itu kayak mayat hidup jarang senyum, Ibu sampai khawatir mikirin
masa depanmu. Syukur alhamdulillah Allah masih mengabulkan doa Ibu…”
Mendengar perkataan Ibu
membuat Farit terdiam beberapa menit.
“Hallo, kamu kenapa, Nak? Ibu
salah ngomong, ya? Farit … Kamu masih dengar Ibu, kan?” tanya Ibu.
“Eh … gak kok Bu, tadi ada
karyawan lagi nanya masalah kerjaan ke Farit” balas Farit mengalihkan
perhatian.
“Kamu kapan pulang ke
Indonesia, Rit?” tanya Ibu.
“Farit gak nyakin akan pulang
ke Indonesia lagi, Bu, niatnya kita akan tinggal bersama disini, Bu, Farit akan
jemput Ibu ke Sumbar. Pasti senang hidup kitakan Bu?” tanya Farit memastikan
Ibu Mina.
“Apa? Tinggal di sana? Ibu gak
mau, kalau kita tinggal di sana. Bapakmu gimana, Rit? Mau di tinggal, juga? Apa
kamu tidak kasihan melihat Bapak kesepian terus?” balas Bu Mina.
“Kitakan bisa pulang kampung,
Bu, ziarah ke kuburan Bapak sekali-kali, Bu,” sahut Farit.
“Kamu ini kenapa sih, Rit?
Tiba-tiba ngajak tinggal disana ada masalah apa sebenarnya?” selidik Bu Mina.
“Gak ada masalah apa pun, Bu.
Kalau kita tinggal disini keberlangsungan hidup kita akan jauh lebih aman dan
terjamin, Bu, daripada di Indonesia. Kita beli apa pun, sesuka Ibu bisa
terpenuhi sedangkan di Indonesia kita buka siapa-siapa, Bu? Kalau dipikir lagi,
Indonesia cuman buat keluarga kita hancur, Bu.”
“Siapa yang bilang begitu,
Nak? Walaupun banyak negeri kau jalani, yang bisa memberikan segala yang kau
inginkan tapi jangan pernah lupa dengan tanah kelahiranmu, Rit.”
“Tapi, Bu…”
“Farit, Ibu tidak pernah
mengajarkan sikap egois seperti ini. Ingatlah selalu pesan Ibu! Garuda akan
selalu ada di dadamu bahkan kemana pun kau pergi dan darah merah putih akan
selalu mengalir di urat nadimu. Apa kamu tidak bisa melihat pengorbanan Bapak
demi bahkan nyawanya dikorbankan, Rit, dan dengan mudahnya kamu berkata begitu,
Ibu kecewa sama kamu, Rit. Sudah dulu, ya, Ibu tadi lagi masak nanti jadi
gosong masakannya. Jaga dirimu, Nak. Assalamualaikum,” potong Ibu mengakhiri
pembicaraan.
“Hm… Waalaikumsalam, Bu. I
love you, Mom,” balas Farit lirih
Farit masih teringat dengan
perkataan Ibunya “Garuda akan selalu ada di dadamu bahkan kemana pun kau pergi
dan darah merah putih akan selalu mengalir di urat nadimu…” terdengar berkali-kali ditelinganya. Kalimat
itu sangat mempengaruhi pikiran Farit bahkan di ruang rapat saat bertemu dengan
investor Singapura Farit beberapa kali menyebutkan kata “Garuda di dadaku”.
Sekretaris Farit bingung
melihat tindakan atasannya itu, sesampainya di kantor Farit meminta maaf kepada
sekretarisnya karena tindakannya merugikan 35% perusahaan akibat presentasi
yang kurang memikat hati investor Singapura. Farit langsung menceritakan
kebimbangan yang sedang dipikirkannya. Mendengar cerita Farit membuat Isabel
terkesan kagum dengan sosok Farit yang sangat mencintai Ibunya dan menyarankan
Farit untuk mendaftarkan diri dalam program pertukaran CEO USA dan CEO
Indonesia. Tanpa berpikir lama Farit menyiapkan berkas yang dibutuhkan dibantu
Isabel sekretaris pribadinya.
Dua bulan berlalu dengan hari
yang berbeda, Farit diutus menjadi pemimpin upacara pada perayaan hari
kemerdekaan Indonesia ke-76 pada tanggal 17 Agustus 2021 di depan Gedung
perusahaannya, Sumatera Barat dengan ditemani Ibunya sebagai tamu undangan.
Acara pengibaran bendera merah putih berjalan dengan hikmat, pandangan yang
terfokus pada kain merah putih yang semakin meninggi menghargai sejarah
perjuangan bangsa,
Setelah barisan dibubarkan,
Farit berlari memeluk dan mencium punggung tangan ibunya. “terimakasih, Nak
sudah menjadi anak yang berbakti kepada orangtua” ucap Bu Mina sambil mengelus
punggung Farit.
“Iya Bu, Farit juga minta
maaf, Bu, karena sudah membuat Ibu marah beberapa bulan lalu. Farit terlalu
egois menghakimi negara ini sebagai perusak keluarga kita dan lupa bahwa
Indonesia masih memberikan Farit wanita hebat seperti Ibu. Aku janji Bu, akan
menjadi salah satu dari sepuluh pemuda yang dimintai pak Ir. Soekarno dalam
pidatonya menggoncangkan dunia dan membawa nama Indonesia ke dunia
Internasional, sekali lagi terimakasih ibuku.”
Putriani Tambunan
·
POJOK HUMOR
Kursi yang Membuat
Lupa
Di suatu siang, ada
dua bocah yang tengah bercanda di bawah pohon rindang.
Bagus : “Anton, kita main tebak-tebakan, yuk!
Kursi apa yang membuat orang lupa ingatan?”
Anton : “Kursi goyang! Orang yang duduk di
atas kursi goyang akan mengantuk dan tertidur. Saat tidur, orang kan lupa.”
Bagus : (Tertawa) “Meski lucu, tapi jawabanmu
salah.”
Anton : “Hmm… kursi apa, ya?”
Bagus : “Jawabannya adalah kursi DPR!”
Anton : “Lho, kok begitu?”
Bagus : “Jelas, lah! Coba kamu ingat, sebelum
duduk di kursi DPR, banyak caleg yang berjanji macam-macam agar masyarakat
memilih mereka. Tapi setelah merasakan kursi DPR, sekejap saja mereka hilang
ingatan akan janji-janjinya.”
Anton : “Oh, iya, betul juga.”
Sumber:
https://www.kozio.com/contoh-teks-anekdot/
Leny Chania Putri
Posting Komentar