Mengapa Masyarakat
Menganggap Covid-19 Konspirasi?
Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memasuki
bulan kedelapan terhitung sejak munculnya kasus perdana yang diumumkan pada 2
Maret 2020 silam. Selama itu, jumlah kasus Covid-19 terus mengalami
peningkatan. Sejumlah berita bohong atau hoaks terkait Covid-19 juga masih
bermunculan. Covid-19 telah berlangsung selama
lebih dari tujuh bulan di dunia, namun ternyata masih banyak orang tidak
percaya bahwa pandemik ini nyata. Contohnya pun sangat dekat dengan kita. Hal
ini awalnya bermunculan karena sejumlah teori yang
ramai diperbincangkan. Misalnya, terkait
kebocoran laboratorium biologi di China, pengembangan senjata biologis, target
penanaman Cip di dalam tubuh, dan lain sebagainya. Ilmuwan
menegaskan bahwa pandemi bukan sebuah konspirasi. masyarakat seharusnya menyadari
dan membuka pikiran bahwa tak semua hal dikaitkan dengan konspirasi.
Di Indonesia, tak sedikit orang
yang menyuarakan bahwa mereka menganggap Virus Corona atau SARS-CoV-2 hanyalah
khayalan untuk menakuti masyarakat. Mereka pun dengan santai melanggar segala
protokol kesehatan atau bahkan menuduh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
petugas medis membohongi publik. Kenyataannya, merekalah yang percaya pada
teori konspirasi, teori yang dibuat tanpa dasar ilmiah yang kuat. Bisa dibilang
klaim-klaim inilah yang justru tidak nyata karena tak ada bukti yang bisa
menunjukkan keabsahannya. Parahnya lagi, para penganut teori konspirasi ini
secara konstan memprovokasi masyarakat. Tujuannya untuk menggiring perspektif
publik agar percaya dengan teori yang dibawanya.
Menangani Pandemi Covid-19
tak terlepas dari penanganan terhadap hoaks tersebut. Apalagi, mengingat
derasnya arus informasi di tengah era digital seperti saat ini. Bila tak
hati-hati, seseorang dapat menjadi korban hoaks. Dari pemberitaan Kompas.com
pada 5 Agustus 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika mendeteksi 1.016
isu hoaks terkait Covid-19 yang tersebar di 1.912 platform. Sekitar 20 persen
di antaranya merupakan hoaks seputar isu pencegahan dan pengobatan Covid-19.
Maraknya hoaks terkait vaksin Covid-19 belakangan ini. Hoaks terkait vaksin
Covid-19 yang beredar misalnya disertai dengan narasi bahwa vaksin justru
memicu bahaya atau narasi bahwa vaksin dapat memperparah serangan terhadap
orang yang menderita demam berdarah dengue (DBD). Selain hoaks, isu yang
menyebut bahwa pandemi Covid-19 adalah konspirasi juga beredar di ruang publik
dan dipercaya oleh segelintir masyarakat. Padahal, 26,52 juta orang di dunia
telah terinfeksi Virus Corona, bahkan tenaga
medis juga semakin kewalahan menangani pasien yang terinfeksi virus ini.
Hal yang harus dilakukan untuk mengani hal ini
yaitu perlu adanya literasi digital (kegiatan sosialisasi sebuah teknik membaca
di ranah digital) bagi masyarakat. Selain itu, ia juga menilai perlu adanya
edukasi dalam jangka panjang. Keterlibatan para tokoh masyarakat maupun pemuka
agama sebagai agen pemberi informasi, serta peran media massa, khususnya media
siber. Sementara, untuk penegakan hukum menjadi upaya terakhir.
Sumber :
kompas.com
Andini Febrian
UKPM Pena BEM KM FKM Unand
Generasi Alpha
Posting Komentar