Puisi :
HUJAN
Karya :Laras Putri Adhila
Dirahasiakannya
rintik rindunya
Pada
pohon yang berbunga itu
Dihapuskannya
jejak- jejak kakinya
Yang
ragu-ragu di jalan itu
Senandung
lagu mendekap lirih romansa jiwa
Benak
menyapa raut wajah yang nyaris tenggelam
Dalam
lautan mimpi sang penghirup malam
Pada
hujan yang mengguyur bumi
Bolehkah
kau berhenti sejenak?
Aku
sangat merindui pelangi
Yang
mungkin akan datang
Dikala
rintik hujan berhenti membasahi bumi
Cerpen
:
Cerita
Sendu Bersama Hujan
Karya: Anggun Dwi
Syakirah
Perkenalkan,
dia gadis beranjak remaja dengan putih kulitnya juga pipi yang merona.
Orangtuanya memberi ia nama Sendu. Sendu. Katanya sih gabungan antara Senja dan Rindu. Sendu merupakan anak bungsu
dari tiga bersaudara. Meskipun bungsu, tetapi ia selalu bersikap seolah tak
ingin dimanja dan dipandang lemah.
Sendu
bukanlah anak yang suka menutup diri, dia suka bergaul. Bahkan ia punya banyak
teman. Namun, sangat sulit bagi Sendu untuk berbagi perasaannya, dan disinilah
ia mulai merasakan manis-pahitnya kehidupan.
Awalnya,
Sendu mengira ia menyukai hujan. Ia pernah mendengar sebuah frasa bahwa hujan
akan membuat perasaan seseorang menjadi tenang. Meskipun Sendu tidak kuat
dengan dinginnya suhu ketika hujan, tetapi ia tetap bersikeras bahwa ia
menyukai datangnya hujan. Seringkali ketika hujan turun, ia duduk di teras
rumah sambil menatapi butiran air tersebut jatuh bersamaan. Berharap sedih yang
ia rasakan seharian akan ikut lenyap bersama dengan rintik-rintik hujan.
Sekali, dua kali, tiga kali, ia coba membuktikan frasa tersebut. Anehnya, bukan
merasa lebih baik, namun Sendu menjadi semakin sedih ketika hujan turun. Dingin
ia rasakan, selimut yang ia butuhkan, dan tertidur pada akhirnya. Lalu apa?
Ketika terbangun ia kembali ingat dengan masalahnya. Tidak ada yang berubah.
Ketidakpercayaan
Sendu terhadap hujan yang dapat menyembuhkan lukanya, terus berlanjut. Semakin
hari, ia semakin mengenali dirinya juga dunianya dibandingkan orang lain.
Bahagia, sedih, marah, tangis, dan tawa semua datang kemudian pergi tanpa
adanya permintaan. Kebingungan melanda perasaan dan menggorogoti pikiran Sendu.
Masalah tidak ada habisnya. Cinta, pelajaran, pertemanan, keluarga, keuangan,
dan diri sendiri. Semua masalah datang silih berganti, kadang ada yang datang
secara keroyokan. Ia terlalu letih hingga tibalah di masa ia benar-benar merasa
sangat lemah tak berdaya.
Tak
tahu kemana harus pergi. Hmm bukan tak tahu, tetapi ia tidak ingin keluar dari
ruang tertutupnya. Entah apa masalahnya hingga Sendu sulit berbagi perasaan
kepada orang lain. Bahkan orangtuanya pun tidak dapat ia jadikan sebagai tempat
bercerita. Ia sadar dengan sifatnya, tetapi memang tidak bisa. Berbagi dengan
diri sendiri adalah yang terbaik ia pikir. Meskipun, perasaan sesak selalu
terkurung di dalam dadanya. Atau mungkin karena kepercayaan? Tidak ingin
membebani? Selalu beranggapan bahwa semuanya akan baik-baik saja secepatnya?
Hmm bisa jadi karena itu semua. Meskipun sulit, kini ia hanya bisa menyesuaikan
diri dengan keadaannya. Karena Sendu-lah yang menentukan bagaimana alur hidup
yang akan ia jalani sebagai tuan rumah atas kehidupannya sendiri.
Sendu
merupakan seseorang yang tampak tegar diluar namun sangat rapuh di dalam. Ia
selalu menyediakan bahunya untuk dibasahi ketika temannya bersedih. Tetapi ia?
Ia tak ingin seorang pun melihat air matanya turun. Kadang, di rumah pun ia tak
bisa leluasa mengeluarkan perasaannya dengan isakan tangis. Karena ia tak ingin
keluarganya mendengar. Lalu dimana ia harus menumpahkan semua rasa sedihnya?
Bagaimana caranya?
Hingga
suatu malam, selepas shalat maghrib hujan turun selebat-lebatnya. Berisik. Bau
tanah juga ikut ambil andil seperti saat hujan biasanya. Suasana hati Sendu
saat itu sangat buruk, hingga ia memutuskan untuk mempercayai hujan sekali
lagi. Sendu bersimpuh lemas menggunakan mukenah dengan menengadahkan tangan
sembari bercerita dengan Sang Pencipta. Sang Khaliq, sebaik-baik tempat
mengadu. Dengan bantuan hujan, kali ini ia berhasil menangis sejadi-jadinya. Ia
keluarkan air yang tertahan di dalam matanya, hingga rasanya air itu turun
memenuhi rongga dadanya. Ia mencoba melepaskan ikatan sesak yang ia tahan
hingga saat itu. Menangis dan berteriak ia lakukan sampai suara adzan
selanjutnya tiba. Ia coba tuk menenangkan diri hingga tiada air mata yang
tersisa lagi. Merasa lebih baik? Bukan. Sangat sangat lega. Pikiran dan hatinya
menjadi tenang meskipun mata dan hidungya sangat merah. Suara dari tenggorokkan
pun terdengar lemah. Namun, hujan diluar rumah masih saja melakukan tugasnya
menyirami semesta ini.
Kali
ini Sendu berhasil membuktikan frasa, bahwasanya hujan dapat membuat perasaan
menjadi tenang. Setelahnya, Sendu dapat memberikan penilaian terhadap hujan.
Sendu berpendapat bahwa : Pertama, ributnya rintik air yang turun bersamaan,
membantunya meredam suara dan isak tangis hingga tak terdengar oleh orang lain.
Kedua, langit yang menjadi gelap ketika hujan turun, seolah mereka tidak ingin
kita merasa sedih sendirian, dan juga kegelapan membantu agar tak ada orang
lain yang tahu, siapa yang sedang menangis. Ketiga, bau tanah yang merebak
karena terkena keroyokan rintik hujan, membantu memberi perasaan senang dan
tenang.
Meskipun dingin,
tapi kali ini hujan berhasil menarik Sendu sebagai penggemar barunya. Berkat
hujan, Sendu pun akhirnya mendapatkan teman sekaligus cara jikalau ia ingin
bercerita. Tanpa takut adanya perasaan akan dikhianati oleh manusia.
Qoutes
:
Saat
malam menjelma
Ada rintik hujan yang diam - diam terjatuh
Sendu yang tak pernah terungkapkan
Dibalik keceriaan
Ada rintik hujan yang diam - diam terjatuh
Sendu yang tak pernah terungkapkan
Dibalik keceriaan
(Rahma
Wahyuni)
Posting Komentar