Pemikiran manusia terbiasa untuk memutar "what if"
scenarios di kepala mereka. Entah
ketika menyesalkan atau mengharapkan sesuatu. Kebiasaan itu dinamakan counterfactual thinking, ketika kita
mengingat suatu kejadian dan berandai-andai bagaimana seandainya kita melakukan hal yang
berbeda dan membayangkan apa yang akan terjadi.
Hari itu, hujan deras. Hujan
yang mengingatkanku tentang rindu. Rindu pada rumah, orang tua, adik kakak,
lingkungan kompleks, teman-teman, dan tetangga sekitar. Kata orang, berdo’alah
untuk yang dirindukan ketika hujan. Tiba-tiba terbesit di benakku, bagaimana
seandainya aku tidak di sini ; seandainya aku tidak ikut tes di sini ;
seandainya aku tidak pulang kampung saat libur lebaran, dan masih banyak
'seandainya' dalam benakku.
Tanpa sadar, air mata mengalir beriringan dengan
tetesan air hujan diwajahku. Seolah-olah hujan memahamiku dan berusaha menyamarkan air mata
ini. Rindu yang telah membuncah, memenuhi pikiran dan hati ; rindu yang tak
tahu apakah ini penyesalan atau pengharapan. Seandainya aku tak memilih untuk
pergi, bagaimana jadinya? Dan lagi, terbesit 'seandainya' di benakku. Ayah, Bunda, Aku
rindu.
(Rani Delfiyanti)
Posting Komentar